REDESAIN PENDIDIKAN NASIONAL |
Sayangnya,
kedua masalah ini luput dari perhatian kedua calon presiden (capres). Program
kerja bidang pendidikan kedua capres masih parsial. Sebagaimana dilansir
berbagai media, program Prabowo-Hatta mencakup wajib belajar 12 tahun,
menghapus pajak buku pelajaran, mengembangkan pendidikan jarak jauh untuk
daerah sulit terjangkau dan miskin, meningkatkan martabat dan kesejahteraan
guru, dosen, dan penyuluh, menjadikan guru sebagai profesi terhormat, sejahtera
dan bertanggung jawab, mengirim tunjangan profesi guru langsung ke rekening
masing-masing guru, merekrut 800 ribu guru dalam lima tahun, dan menaikkan
tunjangan profesi guru menjadi rata-rata 4 juta rupiah per bulan. Sementara
itu, capres Joko Widodo-Jusuf Kalla mencanangkan wajib belajar 12 tahun,
jaminan hidup memadai bagi guru di daerah terpencil, tunjangan fungsional yang
memadai bagi guru, asuransi keselamatan kerja bagi guru, dan menyediakan
fasilitas memadai untuk pengembangan ilmu, pengetahuan, dan karier.
Parsialitas
program pendidikan yang dicanangkan kedua capres boleh jadi mencerminkan cara
pandang orang kebanyakan tentang pendidikan. Pendidikan tidak dipahami secara
utuh, baik di dalam pencapaian tujuan maupun prosesnya. Padahal memahami pendidikan
secara holistik amat penting dalam mendorong tumbuh kembang peserta didik baik
fisik maupun mental, serta spiritual, emosional, dan intelektualnya.
Pemerataan
dan perluasan akses pendidikan telah lama dicanangkan pemerintah. Namun,
program ini menemui banyak kendala, yang tidak selamanya bersangkut paut dengan
keterbatasan anggaran semata.
Kesejahteraan
guru yang sering dituding sebagai penyebab rendahnya mutu pendidikan telah
direspons pemerintah antara lain dengan pemberian tunjangan profesi. Sayangnya,
pemberian tunjangan baru mengurangi sebagian beban ekonomi guru, tetapi belum
diikuti dengan peningkatan prestasi. Hal ini mengisyaratkan peningkatan mutu
tidak hanya berkaitan dengan penyediaan anggaran.
Keutuhan pendidikan
Desain ulang
pendidikan nasional terkait dengan peningkatan daya saing bangsa di satu sisi
dan penguatan nilai kebangsaan di sisi lain bertolak dari beberapa prinsip
berikut. Kesatu, mengelaborasi landasan konseptual dan filosofis pendidikan
nasional, khususnya tentang tujuan pendidikan nasional, yang menekankan tentang
keutuhan pembangunan watak dan peradaban bangsa, penguatan nilai, etika,
keimanan, dan kecakapan personal.
Kedua,
mengkaji profil manusia Indonesia harapan yang diproyeksikan mampu menjawab
tantangan kebutuhan pembangunan dan penegakkan martabat bangsa. Hal ini terkait
dengan sosok Generasi Emas 2045 seperti yang dicanangkan pemerintah beberapa
tahun lalu.
Ketiga,
revitalitasasi pendidikan dan internasionalisasi pendidikan yang berbasis
penguatan karakter, sains, teknologi dan riset. Revitalisasi dimaksudkan
sebagai kerangka bagi perwujudan masyarakat berbasis pengetahuan.
Keempat,
peningkatan standar pendidikan guru. Akreditasi lembaga pendidikan guru makin
tak terhindarkan seiring dengan terus bertambahnya lembaga pendidikan guru
dengan kualitas yang beragam. Tidak banyak negara yang memberi kebebasan
mendirikan lembaga pendidikan guru seperti Indonesia. Korea adalah salah satu
negara yang menjaga ketat mutu lembaga pendidikan guru. Hal serupa dilakukan Singapura.
Di kedua negara ini, menjadi mahasiswa calon guru tidaklah mudah karena harus
menempuh seleksi yang ketat. Namun, bila berhasil menempuh pendidikan, semua
lulusannya langsung diangkat menjadi guru.
Kelima,
penataan ulang manajemen pendidikan sekolah dengan penekanan pada keleluasaan
sekolah dalam mengembangkan program kegiatan yang merupakan keunggulan dan
keunikan sekolah berikut perencanaan anggaran dan sarana prasarananya.
Pemberian otonomi kepada sekolah dilakukan serentak dengan penguatan pengawasan
dan supervisi berbagai unit di daerah.
Kelima
aspek di atas hanya mungkin dilakukan bila ada kemauan politik dan komitmen
yang kuat dari pemerintahan mendatang dalam memajukan kualitas pendidikan.
Komitmen dimaksud mencakup ketegasan dalam menempatkan pendidikan sebagai
domain teknis dan profesional yang harus dikelola oleh seorang profesional dan
ahli dalam bidangnya.
Pendekatan meritokrasi dalam pengelolaan pendidikan
akan menempatkan keahlian sebagai pertimbangan utama dalam mengangkat pejabat
dalam bidang pendidikan, alih-alih kalkulasi politik, baik di pusat dan daerah.
Meski takkan mudah, hal ini mendesak dilakukan agar salah urus dalam pengelolaan
pendidikan nasional tidak lagi berulang
No comments:
Post a Comment