Jun 25, 2015

Mengapa Pendidikan Nasional Perlu Didesain Ulang?

MENGAPA PENDIDIKAN NASIONAL PERLU DIDESAIN ULANG, PENDIDIKAN NASIONAL, DESAIN PENDIDIKAN NASIONAL, REDESAIN PENDIDIKAN NASIONAL
REDESAIN PENDIDIKAN NASIONAL
PENDIDIKAN nasional perlu didesain ulang. Hal ini terkait dengan masih rendahnya mutu pendidikan dan melemahnya proses internalisasi nilai di kalangan peserta didik. Padahal di sisi lain kompetisi yang mengandalkan daya saing kian menguat dan serbuan pengaruh asing yang menuntut ketahanan nilai makin tak terelakkan.
Sayangnya, kedua masalah ini luput dari perhatian kedua calon presiden (capres). Program kerja bidang pendidikan kedua capres masih parsial. Sebagaimana dilansir berbagai media, program Prabowo-Hatta mencakup wajib belajar 12 tahun, menghapus pajak buku pelajaran, mengembangkan pendidikan jarak jauh untuk daerah sulit terjangkau dan miskin, meningkatkan martabat dan kesejahteraan guru, dosen, dan penyuluh, menjadikan guru sebagai profesi terhormat, sejahtera dan bertanggung jawab, me­ngirim tunjangan profesi guru langsung ke rekening masing-masing guru, merekrut 800 ribu guru dalam lima tahun, dan menaikkan tunjangan profesi guru menjadi rata-rata 4 juta rupiah per bulan. Sementara itu, capres Joko Widodo-Jusuf Kalla mencanangkan wajib belajar 12 tahun, jaminan hidup memadai bagi guru di daerah terpencil, tunjangan fungsional yang memadai bagi guru, asuransi keselamatan kerja bagi guru, dan menyediakan fasilitas me­madai untuk pengembangan ilmu, pengetahuan, dan karier.
Parsialitas program pendidikan yang dicanangkan kedua capres boleh jadi mencerminkan cara pandang orang kebanyakan tentang pendidikan. Pendidikan tidak dipahami secara utuh, baik di dalam pencapai­an tujuan maupun prosesnya. Padahal memahami pendidikan secara holistik amat penting dalam mendorong tumbuh kembang peserta didik baik fisik maupun mental, serta spiritual, emosional, dan intelek­tualnya.
Pemerataan dan perluasan akses pendidikan telah lama dicanangkan pemerintah. Namun, program ini menemui banyak kendala, yang tidak selamanya bersangkut paut dengan keterbatasan anggaran semata.
Kesejahteraan guru yang sering dituding sebagai penyebab rendahnya mutu pendidikan telah direspons pemerintah antara lain dengan pemberian tunjangan profesi. Sayangnya, pemberian tunjangan baru mengurangi sebagian beban ekonomi guru, tetapi belum diikuti dengan pe­ningkatan prestasi. Hal ini meng­isyaratkan peningkatan mutu tidak hanya berkaitan dengan penyediaan anggaran.

Keutuhan pendidikan
Desain ulang pendidikan nasional terkait dengan peningkatan daya saing bangsa di satu sisi dan pe­nguatan nilai kebangsaan di sisi lain bertolak dari beberapa prinsip berikut. Kesatu, mengelaborasi landasan konseptual dan filosofis pendidikan nasional, khususnya tentang tujuan pendidikan nasional, yang menekankan tentang keutuhan pembangunan watak dan peradaban bangsa, penguatan nilai, etika, keimanan, dan kecakapan personal.
Kedua, mengkaji profil manusia Indonesia harapan yang diproyeksikan mampu menjawab tantangan kebutuhan pembangunan dan penegakkan martabat bangsa. Hal ini terkait dengan sosok Generasi Emas 2045 seperti yang dicanangkan pemerintah beberapa tahun lalu.
Ketiga, revitalitasasi pendidikan dan internasionalisasi pendidikan yang berbasis penguatan karakter, sains, teknologi dan riset. Revitalisasi dimaksudkan sebagai kerangka bagi perwujudan masyarakat berbasis pengetahuan.
Keempat, peningkatan standar pendidikan guru. Akreditasi lembaga pendidikan guru makin tak terhindarkan seiring dengan terus bertambahnya lembaga pendidikan guru dengan kualitas yang beragam. Tidak banyak negara yang memberi kebebasan mendirikan lembaga pendidikan guru seperti Indonesia. Korea adalah salah satu negara yang menjaga ketat mutu lembaga pendidikan guru. Hal serupa dilakukan Singapura. Di kedua negara ini, menjadi mahasiswa calon guru tidaklah mudah karena harus menempuh seleksi yang ketat. Namun, bila berhasil menempuh pendidikan, semua lulus­an­nya langsung diangkat menjadi guru.
Kelima, penataan ulang manajemen pendidikan sekolah dengan penekanan pada keleluasaan sekolah dalam mengembangkan program kegiatan yang merupakan keunggulan dan keunikan sekolah berikut perencanaan anggaran dan sarana prasarananya. Pemberian otonomi kepada sekolah dilakukan serentak dengan penguatan pengawasan dan supervisi berbagai unit di daerah.
Kelima aspek di atas hanya mungkin dilakukan bila ada kemauan politik dan komitmen yang kuat dari pemerintahan mendatang dalam memajukan kualitas pendidikan. Komitmen dimaksud mencakup ketegasan dalam menempatkan pendidikan sebagai domain teknis dan profesional yang harus dikelola oleh seorang profesional dan ahli dalam bidangnya.
Pendekatan meritokrasi dalam pengelolaan pendidikan akan me­nempatkan keahlian sebagai pertimbangan utama dalam me­ngangkat pejabat dalam bidang pendidikan, alih-alih kalkulasi politik, baik di pusat dan daerah. Meski takkan mudah, hal ini mendesak dilakukan agar salah urus dalam pe­ngelolaan pendidikan nasional tidak lagi ber­ulang

No comments:

Post a Comment