Jun 25, 2015

Pendidikan Anak Berbakat

Pendidikan Anak, Pendidikan Anak Berbakat, Pendidikan Anak Berbakat di Indonesia,
Pendidikan Anak Berbakat

UU Sisdiknas sangat menghargai dan berakar pada martabat peserta didik dengan segala keunikannya. Keunikan-keunikan itu diakomodasi  dengan amanah penyelenggaraan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 5 UU No. 20/2003. Namun tentu saja penyelenggaraan diversifikasi layanan ini harus berdasar kepada prinsip-prinsip yang digariskan pada pasal 4, khususnya ayat 2, yang menegaskan bahwa “Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna”. Filosofi yang ada di balik regulasi ini mengandung implikasi bagi kurikulum yang terdiversifikasi yang berlangsung dalam keutuhan sistem, bukan layanan-layanan ekslusif.

Pendidikan anak berbakat atau unggul, yang dianggap sebagai pendidikan khusus, yang akhir-akhir ini menarik banyak sekolah untuk berlomba-lomba menawarkan program akselerasi tidak perlu dipandang sebagai  sebuah upaya luar biasa. Pendidikan di tingkat individual seperti itu harus dilihat dalam konteks pencapaian Tujuan Utuh Pendidikan Nasional. Pencapaian prestasi luar biasa seperti prestasi olimpiade fisika dan matematika, harus dilihat seperti halnya keberbakatan   di bidang bulutangkis, tinju, dan catur, yang memang memerlukan takaran latihan yang jauh di atas takaran yang diperlukan oleh peserta didik lain yang sama-sama sebagai warga negara biasa.
Pengembangan keberbakatan yang berorientasi membentuk perilaku “instant” yang menarik peserta didik dari habitat pembelajaran, karena anak dikarantina, akan menjadikan pendidikan lepas konteks dari Tujuan Utuh Pendidikan Nasional. Ada sebuah biaya peluang (opportunity cost) yang sangat mahal dalam program semacam ini, yang “harus dibayar” oleh sebahagian terbesar peserta didik yang tidak tersentuh program khusus pembinaan bakat dimaksud. Dan, jika program pendidikan anak berbakat itu demikian adanya maka program itu hanya akan merupakan kegiatan yang tidak berbeda dari kegiatan yang menyerupai kegemaran (hobby) saja. Tampaknya kita masih harus merenungi kembali filosofi dan esensi pendidikan yang ada di balik regulasi.
Kecerdasan dan keberbakatan istimewa tidak pernah mencakup semua bidang kemampuan, tapi hanya bidang-bidang tertentu, sehingga pengembangan di bidang lain tetap harus berjalan dalam kondisi normal seperti siswa lainnya. Dalam usia muda seperti sekolah dasar harus dihindari kondisi “Cartesian Split” yang menimbulkan ketidakseimbangan antara perkembangan fisik dengan intelektual.
Perlu diantisipasi “keterjebakan” pendidikan ke dalam diversifikasi ekslusif, seperti pendidikan anak berbakat karena mungkin orientasi target-target pengakuan, nasional maupun internasional, yang bisa mencerabut peserta didik dari akar budaya dan membentuk perilaku instant. Perlu dikembangkan kebijakan membangun dan menata kontinuitas dan interelasi program pendidikan antar jenjang dalam keutuhan sistem, termasuk  layanan pendidikan bagi anak berbakat, yang mengandung daya adaptabilitas dan fleksibilitas tinggi terhadap keragaman peserta didik. Anak SMP yang berbakat luar biasa dalam bidang Matematika misalnya, tidak perlu dipaksakan belajar Matematika di sekolahnya melainkan bisa belajar di jenjang yang lebih tinggi di bidang Matematika, tanpa terserabut dari habitat sekolahnya dan dia tetap sebagai siswa di sekolahnya. Ini adalah pendidikan khusus dalam keutuhan sistem.
Untuk itu diperlukan sistem manajemen pendidikan yang secara kuat mendorong akuntabilitas setiap satuan pendidikan  dalam persaingan yang terbuka dan jujur. Masyarakat luas perlu dibelajarkan agar memahami dengan benar masalah akuntabilitas dan kejujuran persaingan di dalam proses pendidikan.   Upaya ini mutlak dibarengi dengan pemerataan mutu pendidikan yang harus difahami dan dimplementasikan secara tepat oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

No comments:

Post a Comment