Pendidikan Anak Berbakat |
UU Sisdiknas sangat menghargai dan berakar pada martabat peserta didik dengan segala keunikannya. Keunikan-keunikan itu diakomodasi dengan amanah penyelenggaraan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 5 UU No. 20/2003. Namun tentu saja penyelenggaraan diversifikasi layanan ini harus berdasar kepada prinsip-prinsip yang digariskan pada pasal 4, khususnya ayat 2, yang menegaskan bahwa “Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna”. Filosofi yang ada di balik regulasi ini mengandung implikasi bagi kurikulum yang terdiversifikasi yang berlangsung dalam keutuhan sistem, bukan layanan-layanan ekslusif.
Pendidikan
anak berbakat atau unggul, yang dianggap sebagai pendidikan khusus, yang
akhir-akhir ini menarik banyak sekolah untuk berlomba-lomba menawarkan program
akselerasi tidak perlu dipandang sebagai
sebuah upaya luar biasa. Pendidikan di tingkat individual seperti itu
harus dilihat dalam konteks pencapaian Tujuan Utuh Pendidikan Nasional.
Pencapaian prestasi luar biasa seperti prestasi olimpiade fisika dan
matematika, harus dilihat seperti halnya keberbakatan di bidang bulutangkis, tinju, dan catur,
yang memang memerlukan takaran latihan yang jauh di atas takaran yang diperlukan
oleh peserta didik lain yang sama-sama sebagai warga negara biasa.
Pengembangan
keberbakatan yang berorientasi membentuk perilaku “instant” yang menarik
peserta didik dari habitat pembelajaran, karena anak dikarantina, akan
menjadikan pendidikan lepas konteks dari Tujuan Utuh Pendidikan Nasional. Ada
sebuah biaya peluang (opportunity cost) yang sangat mahal dalam program semacam
ini, yang “harus dibayar” oleh sebahagian terbesar peserta didik yang tidak
tersentuh program khusus pembinaan bakat dimaksud. Dan, jika program pendidikan
anak berbakat itu demikian adanya maka program itu hanya akan merupakan
kegiatan yang tidak berbeda dari kegiatan yang menyerupai kegemaran (hobby)
saja. Tampaknya kita masih harus merenungi kembali filosofi dan esensi
pendidikan yang ada di balik regulasi.
Kecerdasan dan keberbakatan istimewa tidak pernah mencakup semua bidang
kemampuan, tapi hanya bidang-bidang tertentu, sehingga pengembangan di bidang
lain tetap harus berjalan dalam kondisi normal seperti siswa lainnya. Dalam
usia muda seperti sekolah dasar harus dihindari kondisi “Cartesian Split” yang
menimbulkan ketidakseimbangan antara perkembangan fisik dengan intelektual.
Perlu
diantisipasi “keterjebakan” pendidikan ke dalam diversifikasi ekslusif, seperti
pendidikan anak berbakat karena mungkin orientasi target-target pengakuan,
nasional maupun internasional, yang bisa mencerabut peserta didik dari akar
budaya dan membentuk perilaku instant. Perlu dikembangkan kebijakan membangun
dan menata kontinuitas dan interelasi program pendidikan antar jenjang dalam
keutuhan sistem, termasuk layanan
pendidikan bagi anak berbakat, yang mengandung daya adaptabilitas dan
fleksibilitas tinggi terhadap keragaman peserta didik. Anak SMP yang berbakat
luar biasa dalam bidang Matematika misalnya, tidak perlu dipaksakan belajar
Matematika di sekolahnya melainkan bisa belajar di jenjang yang lebih tinggi di
bidang Matematika, tanpa terserabut dari habitat sekolahnya dan dia tetap
sebagai siswa di sekolahnya. Ini adalah pendidikan khusus dalam keutuhan
sistem.
Untuk itu
diperlukan sistem manajemen pendidikan yang secara kuat mendorong akuntabilitas
setiap satuan pendidikan dalam
persaingan yang terbuka dan jujur. Masyarakat luas perlu dibelajarkan agar
memahami dengan benar masalah akuntabilitas dan kejujuran persaingan di dalam
proses pendidikan. Upaya ini mutlak
dibarengi dengan pemerataan mutu pendidikan yang harus difahami dan
dimplementasikan secara tepat oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
No comments:
Post a Comment