Salah satu masalah dalam pendidikan Indonesia: Akses! |
Persoalan pendidikan yang dialami bangsa ini tidak bisa dilihat secara sporadis, melainkan harus dilihat dalam
perspektif utuh mindset pendidikan mulai dari aspek filosofis, keilmuan
pendidikan sebagai landasan kerja, dan praksis pendidikan. Pendidikan bukanlah
proses “investasi” sesaat dan instan, melainkan sebuah proses jangka panjang
dan hasilnya dalam bentuk perilaku yang muncul pada saat ini merupakan produk
dari proses. Persoalan proses dalam pendidikan adalah hal yang penting karena
esensi pendidikan adalah proses. Proses membawa manusia dari kondisi apa adanya
kepada kondisi bagaimana seharusnya.
Apakah praktik (penyelenggaraan) pendidikan selama ini
sudah berlandaskan kepada mindset utuh ilmu pendidikan dan konsisten
dengan makna yang terkandung di dalam jiwa amanat undang-undang? Fenomena yang
tampak menunjukkan adanya kesenjangan antara mindset utuh pendidikan
yang terkandung dalam UU No. 20/2003 dengan mindset pendidikan dalam
praktik penyelenggaraan pendidikan, yang menumbuhkan kultur pendidikan tidak
sehat. Jika pendidikan bertanggung jawab untuk membangun martabat bangsa yang
diwujudkan dalam ketahanan hidup bangsa, perlu upaya penyehatan kultur
pendidikan.
Diperlukan reformasi pemikiran, kebijakan, dan
penyelenggaraan pendidikan, yang tidak semata-mata didasarkan atas pemahaman UU
secara tekstual, melainkan secara kontekstual dan dilandasi dengan pemaknaan
filosofis-pedagogis yang berbasis nilai kultural dan agama. Kunci utama
penyehatan pendidikan terletak pada reformasi mindset atau tata pikir
secara utuh dalam memaknai hakikat dan praktik penyelenggaraan pendidikan, dan
menempatkan ilmu pendidikan sebagai framework dan landasan kerja bagi
penyelenggaraan pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik
melalui penciptaan suasana dan proses pembelajaran yang mendidik.
Mindset
Terdapat sejumlah
kaidah mendasar yang terkandung dalam UU No. 20/2003 yang perlu ditelaah dalam
rangka memahami makna pendidikan dan membangun mindset utuh pendidikan
sebagai landasan kerja bagi penyelenggaraan pendidikan nasional, untuk
mengembangkan manusia Indonesia bermartabat. Pengertian pendidikan yang
dinyatakan dalam Pasal 1 (1) mengandung perubahan paradigm jika dibandingkan
dengan rumusan pendidikan yang terkandung dalam UU No. 2/1989, tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam UU No. 20/2003 terjadi sebuah reformasi pemikiran
tentang pendidikan berupa penegasan bahwa pendidikan menekankan kepada
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dan keterlibatan peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Paradigma ini menggambarkan
bahwa proses pendidikan adalah proses transaksional untuk mengembangkan ragam
potensi peserta didik, pengakuan atas keragaman peserta didik. Oleh karena itu,
pendidik harus berinteraksi dengan keragaman yang disebutkan.
Ukuran keberhasilan pendidikan yang berhenti pada angka
ujian adalah sebuah ketimpangan. Dengan demikian, pembelajaran akan menjadi
proses menguasai keterampilan dan mengakumulasi pengetahuan. Paradigma ini
menempatkan peserta didik sebagai pembelajar imitatif dan belajar dari berbagai
ekspose didaktis belaka yang akan berhenti pada penguasaan fakta, prinsip, dan aplikasinya. Paradigma
ini tidak konsisten dengan esensi pendidikan yang digariskan dalam UU Sisdiknas
dan bahkan mengingkari hakikat manusia itu sendiri.
Kaidah pendidikan nasional yang disebutkan semestinya
membentuk blue print pendidikan nasional yang mengandung landasan
filosofis dan landasan kultural yang menjamin pendidikan tidak tercerabut dari
akar budaya bangsa Indonesia. Ini berarti, manusia Indonesia yang bermartabat
adalah manusia Indonesia yang tidak tercerabut dari akar budayanya sebagai
bangsa Indonesia.
Pendidikan berfungsi untuk membangun karakter, membangun
watak, dan membangun kepribadian dan martabat bangsa. Perlu disadari, bahwa
yang ditegaskan dalam hal ini adalah, kecerdasan kehidupan bangsa bukan
kecerdasan orang per orang. Demikian pula dengan karakter bangsa, bukan
karakter orang per orang, martabat bangsa bukan martabat orang per orang. Oleh
karena itu, pendidikan harus membangun kecerdasan kultural (cultural
intelligence).
Semua rumusan yang amat indah tetapi abstrak itu perlu
dipadankan dengan praktik penyelenggaraan pendidikan. Pertanyaannya adalah,
sudahkah praktik penyelenggaraan pendidikan menunjang terpenuhinya fungsi dan
tercapainya tujuan yang dirumuskan dalam kaidah normatif yang disebutkan itu?
Fungsi dan tujuan pendidikan yang digariskan merefleksikan tiga tataran tujuan
pendidikan, sebagai Tujuan Utuh Pendidikan Nasional, yakni tujuan individual,
tujuan kolektif, dan tujuan eksistensial.
Tujuan individual yaitu tujuan yang harus dicapai oleh
setiap peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya. Tujuan kolektif
adalah tujuan yang harus dicapai dalam wujud kecerdasan kehidupan bangsa, dan
tujuan eksistensial adalah tujuan yang harus terwujud dalam karakter bangsa
yang bermartabat yang memiliki daya saing dan ketahanan hidup yang kokoh.
Dalam perspektif pendidikan yang digambarkan, membangun
manusia Indonesia yang bermartabat melalui upaya pendidikan adalah mewujudkan
tujuan utuh pendidikan nasional, sehingga dengan demikian setiap kebijakan,
regulasi, praktik penyelenggaraan, manajemen, dan evaluasi pendidikan harus
secara konsisten beranjak dari mindset utuh pendidikan yang terarah
kepada pencapaian tujuan utuh pendidikan nasional.
No comments:
Post a Comment