Jun 26, 2015

Persoalan Pendidikan Indonesia

Masalah-Pendidikan-Indonesia-Infrastruktur-Kebijakan-Anggaran
Salah satu masalah dalam pendidikan Indonesia: Akses!
Persoalan pendidikan yang dialami bangsa ini tidak bisa dilihat secara sporadis, melainkan harus dilihat dalam perspektif utuh mindset pendidikan mulai dari aspek filosofis, keilmuan pendidikan sebagai landasan kerja, dan praksis pendidikan. Pendidikan bukanlah proses “investasi” sesaat dan instan, melainkan sebuah proses jangka panjang dan hasilnya dalam bentuk perilaku yang muncul pada saat ini merupakan produk dari proses. Persoalan proses dalam pendidikan adalah hal yang penting karena esensi pendidikan adalah proses. Proses membawa manusia dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya.
Apakah praktik (penyelenggaraan) pendidikan selama ini sudah berlandaskan kepada mindset utuh ilmu pendidikan dan konsisten dengan makna yang terkandung di dalam jiwa amanat undang-undang? Fenomena yang tampak menunjukkan adanya kesenjangan antara mindset utuh pendidikan yang terkandung dalam UU No. 20/2003 dengan mindset pendidikan dalam praktik penyelenggaraan pendidikan, yang menumbuhkan kultur pendidikan tidak sehat. Jika pendidikan bertanggung jawab untuk membangun martabat bangsa yang diwujudkan dalam ketahanan hidup bangsa, perlu upaya penyehatan kultur pendidikan.
Diperlukan reformasi pemikiran, kebijakan, dan penyelenggaraan pendidikan, yang tidak semata-mata didasarkan atas pemahaman UU secara tekstual, melainkan secara kontekstual dan dilandasi dengan pemaknaan filosofis-pedagogis yang berbasis nilai kultural dan agama. Kunci utama penyehatan pendidikan terletak pada reformasi mindset atau tata pikir secara utuh dalam memaknai hakikat dan praktik penyelenggaraan pendidikan, dan menempatkan ilmu pendidikan sebagai framework dan landasan kerja bagi penyelenggaraan pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik melalui penciptaan suasana dan proses pembelajaran yang mendidik.
Mindset
Terdapat sejumlah kaidah mendasar yang terkandung dalam UU No. 20/2003 yang perlu ditelaah dalam rangka memahami makna pendidikan dan membangun mindset utuh pendidikan sebagai landasan kerja bagi penyelenggaraan pendidikan nasional, untuk mengembangkan manusia Indonesia bermartabat. Pengertian pendidikan yang dinyatakan dalam Pasal 1 (1) mengandung perubahan paradigm jika dibandingkan dengan rumusan pendidikan yang terkandung dalam UU No. 2/1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU No. 20/2003 terjadi sebuah reformasi pemikiran tentang pendidikan berupa penegasan bahwa pendidikan menekankan kepada mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dan keterlibatan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Paradigma ini menggambarkan bahwa proses pendidikan adalah proses transaksional untuk mengembangkan ragam potensi peserta didik, pengakuan atas keragaman peserta didik. Oleh karena itu, pendidik harus berinteraksi dengan keragaman yang disebutkan.
Ukuran keberhasilan pendidikan yang berhenti pada angka ujian adalah sebuah ketimpangan. Dengan demikian, pembelajaran akan menjadi proses menguasai keterampilan dan mengakumulasi pengetahuan. Paradigma ini menempatkan peserta didik sebagai pembelajar imitatif dan belajar dari berbagai ekspose didaktis belaka yang akan berhenti pada penguasaan  fakta, prinsip, dan aplikasinya. Paradigma ini tidak konsisten dengan esensi pendidikan yang digariskan dalam UU Sisdiknas dan bahkan mengingkari hakikat manusia itu sendiri.
Kaidah pendidikan nasional yang disebutkan semestinya membentuk blue print pendidikan nasional yang mengandung landasan filosofis dan landasan kultural yang menjamin pendidikan tidak tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia. Ini berarti, manusia Indonesia yang bermartabat adalah manusia Indonesia yang tidak tercerabut dari akar budayanya sebagai bangsa Indonesia.
Pendidikan berfungsi untuk membangun karakter, membangun watak, dan membangun kepribadian dan martabat bangsa. Perlu disadari, bahwa yang ditegaskan dalam hal ini adalah, kecerdasan kehidupan bangsa bukan kecerdasan orang per orang. Demikian pula dengan karakter bangsa, bukan karakter orang per orang, martabat bangsa bukan martabat orang per orang. Oleh karena itu, pendidikan harus membangun kecerdasan kultural (cultural intelligence).
Semua rumusan yang amat indah tetapi abstrak itu perlu dipadankan dengan praktik penyelenggaraan pendidikan. Pertanyaannya adalah, sudahkah praktik penyelenggaraan pendidikan menunjang terpenuhinya fungsi dan tercapainya tujuan yang dirumuskan dalam kaidah normatif yang disebutkan itu? Fungsi dan tujuan pendidikan yang digariskan merefleksikan tiga tataran tujuan pendidikan, sebagai Tujuan Utuh Pendidikan Nasional, yakni tujuan individual, tujuan kolektif, dan tujuan eksistensial.
Tujuan individual yaitu tujuan yang harus dicapai oleh setiap peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya. Tujuan kolektif adalah tujuan yang harus dicapai dalam wujud kecerdasan kehidupan bangsa, dan tujuan eksistensial adalah tujuan yang harus terwujud dalam karakter bangsa yang bermartabat yang memiliki daya saing dan ketahanan hidup yang kokoh.
Dalam perspektif pendidikan yang digambarkan, membangun manusia Indonesia yang bermartabat melalui upaya pendidikan adalah mewujudkan tujuan utuh pendidikan nasional, sehingga dengan demikian setiap kebijakan, regulasi, praktik penyelenggaraan, manajemen, dan evaluasi pendidikan harus secara konsisten beranjak dari mindset utuh pendidikan yang terarah kepada pencapaian tujuan utuh pendidikan nasional.

No comments:

Post a Comment